Jumat, 02 Januari 2009

BLACK HOLE PENUHI PUSAT GALAKSI ANDROMEDA




Black Hole Penuhi Pusat Galaksi Andromeda

Jakarta, Rabu




NASA

Black Hole Ternyata Mampu Melahap Bintang
Tumbukan Galaksi Lahirkan Black Hole


Menggunakan teknik baru, para astronom telah menemukan sepuluh black hole (lubang hitam) di dekat pusat galaksi Andromeda, galaksi spiral besar yang berdekatan dengan galaksi kita, Bima Sakti.

Metode pencarian itu bakal bisa dipakai juga untuk menemukan black hole lain di Bima Sakti dan galaksi lain yang lebih jauh. Andromeda sendiri berjarak sekitar 2,5 juta tahun cahaya dari tempat kita berada.

Adapun ’calon’ lubang-lubang hitam yang baru ditemukan di atas --disebut ’calon’ karena bisa jadi mereka adalah bintang neutron-- berasal dari jenis stellar (bintang), yang berarti massanya hanya beberapa kali massa Matahari dan merupakan sisa dari bintang mati. Masing-masing memiliki objek pengiring, yakni sebuah bintang normal yang ’memberi makan’ pada sang black hole.

Susunan seperti itu dikenal sebagai sistem pasangan sinar-X bermassa rendah.

Gas yang disedot dari bintang normal pasangannya oleh gaya gravitasi black hole, akan menjadi sangat panas dengan suhu jutaan derajat, sehingga memancarkan sinar-X. Pancaran sinar-X tersebut membuat black hole yang pada umumnya tidak tampak --karena gravitasinya mampu menghisap cahaya-- menjadi
bisa terlihat.

Kebanyakan black hole stellar dengan susunan berpasangan
seperti itu memiliki berbagai variasi dalam hal banyaknya
sinar-X yang terpancar. Pada saat pancarannya besar, cahayanya
bisa sepuluh juta kali lebih terang dibanding pada tahun-tahun
antaranya.

Saat terjadi pancaran itulah black hole bisa terdeteksi.
Padahal bintang-bintang padam tersebut tidak bisa digolongkan
sebagai black hole sebelum massa bintang pengiringnya diukur
guna mengetahui apakah ada bagian yang tersedot. Masalahnya,
pengukuran massa bintang pengiring hanya bisa dilakukan
sebelum dan sesudah pancaran.

Sejauh ini, ratusan pasang bintang semacam telah
ditemukan di Andromeda, namun hanya sekitar 20 yang
digolongkan sebagai black hole. Tiga puluh pasangan serupa
juga ditemukan di Bima Sakti.

Sementara itu, Sebagian besar dari
sepuluh ’calon’ black hole di Andromeda memiliki
perilaku berbeda. Mereka memancarkan cahaya dengan
terang yang konstan, bukan dari padam menjadi terang lalu
padam lagi. "Delapan dari sepuluh ’calon’ black hole kami
tampak selalu terang," ujar pimpinan peneliti, Robin Barnard
dari Open University.

Menurut Barnard, pancaran yang konsisten itu terkait
dengan aliran materi yang stabil antara bintang
pemberi dan black hole yang menghisapnya.
"Dengan metode ini (melihat aliran materi), kita hanya
bisa mengenali black hole dalam sistem yang terang," kata Barnard.
"Meski begitu, metode ini adalah satu-satunya cara yang
tidak membutuhkan pengukuran massa bintang pengiring, dan
juga satu-satunya cara untuk mengidentifikasi black hole di galaksi lain menggunakan teknologi yang ada sekarang."

Tim yang dipimpin Barnard menggunakan observatorium sinar-X orbit XMM-Newton milik Badan Antariksa Eropa. Hasil pengamatan
mereka akan diumumkan hari Senin mendatang dalam
pertemuan Royal Astronomical Society.

Black hole raksasa, yang massanya jutaan atau milyaran
kali massa Matahari, biasanya terdapat di pusat beberapa galaksi.
Sedangkan black hole stellar kebanyakan berukuran tidak lebih
dari beberapa puluh kali massa Matahari.

Salah satu cara menemukan black hole stellar adalah dengan
memisahkannya dari bintang-bintang neutron, yang juga sangat
padat dan memiliki sistem pasangan sinar-X bermassa rendah.
Meski demikian, pada umumnya bintang-bintang neutron tidak
lebih besar dari black hole.

RAKSASA HITAM DI INTI BIMA SAKTI

Para astronom telah menemukan bahwa lubang hitam (black hole) pada pusat galaksi kita telah mengalami gejolak pada sekitar 3 tiga abad lalu. Penemuan ini membantu memecahkan misteri lama: mengapa lubang hitam pada galaksi Bima Sakti tampak begitu tenang?

Lubang hitam tersebut, dikenal sebagai Sagittarius A* (dieja: “A-star”), tergolong raksasa, dengan massa 4 juta kali massa Matahari. Namun demikian, energi yang dipancarkan dari sekelilingnya justeru lauh lebih lemah daripada yang dilepaskan oleh lubang hitam di pusat galaksi lain.

Studi terbaru, yang akan diterbitkan dalam publikasi perhimpunan atronomi Jepang, mengkombinasikan hasil dari satelit sinar-X Suzaku dan ASCA milik Jepang, observatorium sinar-X Chandra milik NASA, dan observatorium sinar-X XMM-Newton milik Badan Ruang Angkasa Eropa, ESA.

Data yang didapatkan antara tahun 1994 dan 2005 menyingkap kenyataan bahwa awan gas di dekat lubang hitam di pusat galaksi Bima Sakti berpijar dan meredup secara cepat dalam gelombang sinar-X sebagai respon terhadap denyut sinar-X yang terpancar dari pinggiran lubang hitam.


Citra Chandra yang menunjukkan pusat galaksi Bima Sakti. Tanda panah menunjukkan posisi lubang hitam Sagittarius A* / Sgr A*. (Gambar: NASA/CXC/MIT/Frederick K. Baganoff et al.)

Denyut sinar-X itu memerlukan 300 tahun untuk melintasi jarak antara lubang hitam di pusat galaksi dan kabut besar yang dikenal sebagai Sagittarius B2. Dengan demikian, awan tersebut merespon suatu kejadian yang berlangsung 300 tahun sebelumnya. Saat sinar-X mencapai kabut tersebut, ia akan menumbuk atom-atom besi , melontarkan elektron yang berdekatan dengan inti atom. Saat elektron dari luar mengisi kekosongan yang ditimbulkan, atom besi akan melepaskan sinar-X. Namun setelah denyut sinar-X berlalu, kabut tersebut akan kembali ke kecerlangan semula.

Yang menarik, sebuah daerah di Sagittarius B2 yang hanya membentang sejauh 10 tahun cahaya diketahui memiliki kecerlangan yang bervariasi hanya dalam 5 tahun belakangan. Kecerlangan ini diketahui sebagai suatu gema cahaya (light echoes). Dengan menetapkan garis spektral sinar-X dari atom besi, observasi dengan Suzaku memegang peranan penting dalam mengeliminasi kemungkinan bahwa gema cahaya tersebut berasal dari partikel subatomik.

Dengan mengamati bagaimana berpijar dan meredup selama 10 tahun, para ilmuwan dapat menelusuri aktivitas lubang hitam pada 300 tahun lalu. Dari sana diketahui bahwa pada 300 tahun lalu, lubang hitam tersebut sejuta kali lebih cemerlang daripada sekarang.

Studi terbaru ini dibangun berdasarkan riset dari beberapa kelompok yang mempelopori teknik pemanfaatan gema cahaya. Tahun lalu, suatu kelompok yang dipimpin oleh Michael Muno, yang kini bekerja di di California Institute of Technology, Pasadena, California, menggunakan teleskop Chandra untuk mengamati gema sinar-X yang menunjukkan bahwa Sagitarius A* telah melepaskan flare (ledakan) sinar-X pada sekitar 50 tahun lalu, namun dalam intensitas sekitar 10 kali lebih kecil daripada flare yang terjadi pada 3 abad lalu.

Pusat galaksi terletak sejauh 26.000 tahun cahaya dari Bumi, yang berarti bahwa kita sedang menyaksikan peristiwa yang terjadi pada 26.000 tahun lampau. Para astronom masih belum memiliki pemahaman yang menyeluruh tentang mengapa Sagittarius A* memiliki aktifitas yang sangat bervariasi. Salah satu kemungkinan adalah karena adanya supernova pada beberapa abad yang lalu telah menyemburkan gas yang kemudian terhisap oleh lubang hitam tersebut. Tingginya konsentrasi gas yang terhisap akhirnya menyebabkan terjadinya flare raksasa pada lubang hitam.

BERBAGI CERITA TENTANG LUAR AKASA

Dari Info yang saya lihat beberapa hari ini di internet,.. mengatakan bahwa galaksi Bima Sakti sedang dicurigai..??! Dicurigai kenapa? apanya yang salah??
Ternyata Galaksi Bimasakti dicurigai sedang lapar...??!! Dia suka makan bintang-bintang dari galaksi tetangganya..!!! Aliran bintang-bintang merupakan jejak-jejak yang ditinggalkan.
Melihat langit malam yang musim kemarau, kamu akan melihat bintang di seluruh bagian galaksi. Di antara bintang-bintang itu terlihat jalur berwarna putih seperti awan yang membentang bagai bahtera yanh begitu besar atau permadani yang begitu luas dan sedang terbang. Memang akan terlihat sedikit membosankan jika pandangan kita kepada gemerlapnya bintang-bintang terhalang dengan buntelan awan yang terletak di antara bintang-bintang tersebut. Tapi jika kita amati betul-betul maka kita akan dapatkan daerah yang gelap seperti bayangan orang berkelahi dengan naga. Bangsa kita yakin kalo itulah bayangan Bima sedang berkelahi dengan naga. Maka jalur putih tersebut disebut Bimasakti.
Galaksi terdekat dengan Bima Sakti adalah Andromeda, yang berjarak dua juta tahun cahava. Setahun cahava setara dengan 9,5 trilyun kilometer. Maka, dengan mata telanjang, kita tidak bisa melihat bintang-bintang di Andro¬meda. Karena itu, pada saat memandang langit, yang terlihat hanvalah bintang¬-bintang penghuni Bima Sakti.

Di langit bagian utara, bintang yang paling terang kedua adalah Arcturus. Bintang ini memiliki gerakan yang berbeda dengan umumnya bintang-bintang di Bima Sakti. Demikian pula komposisi kimianya. Karena itu, Arcturus dicurigai tidak berasal dari Bima Sakti. Dia tamu dari galaksi lain.

Para astronom berpikir, bintang ini lahir pada galaksi kecil, yang oleh Bima Sakti ditangkap, dirampas, dan diasimilasi. Diduga, dalam waktu yang lama galaksi ‘menelan’ ratusan galaksi kerdil tetang¬ganya. Galaksi-galaksi itu bercampur dengan Bima Sakti.

Tabrakan atau interaksi antargalaksi menghancurkan gas di dua galaksi dan menimbulkan gejolak formasi bintang-¬bintang penghuninya. Meski kedudukannya terusik, bintang-bintang relatif tidak terpengaruh. Sebab mereka termasuk bagian kecil dari area piring galaksi yang mahaluas. Jarak bintang-bintang yang renggang menjadikan kemungkinan ber¬tabrakan sangatlah kecil.

Walaupun demikian, dinamika dan distribusi bintang-bintang pasti akan sangat berubah. Pada 1970-an, astronom mulai mempelajari fenomena tubrukan antargalaksi. Mereka dipandu Arp Atlas of Peculiar Galaxies, katalog kumpulan galaksi aneh karya Halton Christian Arp. Katalog astronom Amerika itu mengoleksi 338 galaksi aneh. Beberapa teori mulai dikaji dengan simulasi komputer untuk memahami dan memprediksi struktur sifat-sifat galaksi aneh itu.

Simulasi yang sangat terkenal di¬lakukan dua bersaudara Alar dan Juri Toomre pada 1972. Simulasi itu menun¬jukkan perjumpaan antara partikel dan galaksi, di mana arahnya berlawanan de¬ngan putaran cakram galaksi. Skenarionya, sebuah galaksi dengan satu titik pusat massa dikelilingi kumpulan partikel yang bergasing, diganggu kedatangan sebuah benda langit lainnya. Benda asing itu menabrak galaksi. Namun interaksi ringan itu tidak mengubah bentuk cakram galaksi. Galaksi tuan rumah hanya sedikit ter¬ganggu, dan bentuknya tetap tegar.

Simulasi lainnya menunjukkan perjumpaan searah dengan pusaran cakram galaksi. Galaksi dengan satu titik pusat massa dihampiri partikel-partikel galaksi lain dari satu grup, dengan arah yang seiring, dan terjadi dorongan. Interaksi itu mengalami efek luar biasa. Tahap-tahap interaksi membentuk jembatan bintang-bintang mengalir di antara dua galaksi.

Jalur-jalur bintang inilah yang terbentuk di sekitar Bima Sakti. Jalur bintang juga terbentuk akibat interaksi Milky Way dengan Sagittarius Kerdil (Sagittarius Dwarf). Bahkan aliran bintang Sagittarius Kerdil merupakan aliran yang paling keren, karena melibatkan 100 juta bintang.

Interaksi Galaksi Sagittarius Kerdil ditemukan secara tidak sengaja oleh Rodrigo Ibata, Mike Irwin, dan Gerard Gilmore pada 1994. Dia disebut dengan SagDEG, kependekan dan Sagittarius Dwarf Elliptical Galaxy (Galaksi Elips Sagittarius Kerdil). Lokasinya 75.000 tahun cahaya dari matahari dan 50.000 tahun cahaya dari pusat galaksi. Hingga sekarang, dia diketahui sebagai galaksi terdekat dengan Bima Sakti. Dia dapat bertahan hingga beberapa orbit di sekitar Bima Sakti.

Sagittarius sebenarnya hanya salah satu dari 15 hingga 20 galaksi mini yang mengorbit Bima Sakti. Juga terjadi perjumpaan Milky Way dengan Awan Magellan Besar (Large Magellan Clouds-LMC). Telah lama para astronom berpikir bahwa LMC adalah galaksi ter¬dekat dengan Bima Sakti. Hasil studi tentang LMC menunjukkan, dia ber¬interaksi dengan Bima Sakti.

Diduga, LMC muda mirip gugus bola berukuran raksasa. Dia memipih membentuk piring akibat interaksi dengan Milky Way. Pasang surut membuat gugus bola itu seperti ditempa menjadi cakram, diikuti sebentuk bola lingkaran di sekitar cakram. Cakram dan bola lingkaran itu berinteraksi, memanggang cakram.

Daerah gas yang dipanaskan mengelupas akibat pasang surut. Bintang¬-bintang di daerah cakram mengelupas akibat pasang surut dan menjulur mem¬bentang di angkasa. Bima Sakti ‘mema¬kan’ gas dan materi dari LMC melalui interaksi pasang surut.

Sagittarius Kerdil, Awan Magellan Besar, dan satelit galaksi lainnya memberi kontribusi untuk membangun galaksi kita. Pada dekade yang akan datang, temuan aliran bintang dari Galaksi Sagittarius Kerdil boleh jadi tidak berarti. Tapi Bima Sakti tumbuh dari penggabungan dan bertambah dari proses itu. Asimilasi galaksi-galaksi akan melahirkan bintang baru, gas, dan materi gelap, yang akan memicu terbentuknya formasi bintang-bintang. Dan imigran yang dibekap galaksi kita merupakan getaran ‘dawai’ yang memicunya.
Mengaduk Susu Dewi Juno

Cakram Bima Sakti diketahui menebal pada pusatnya. Dari pengamatan menunjukkan daerah kabut susu membentuk gelang yang mengelilingi pusat galaksi. Orang Eropa kuno menyebutnya ‘Jalur Susu’, Milky Way. Mereka percaya, lajur putih itu adalah air susu Dewi Juno (Hera, istri Zeus) yang tumpah ke angkasa.

Untuk memahami bentuk asli Milky Way, diperlukan waktu panjang dan kajian pemikiran mendaham. Melibatkan banyak astronom dari berbagai generasi, yang buah karyanya saling melengkapi dan menyempur¬nakan. Usaha mengenal Galaksi Milky Way atau Bima Sakti juga menimbuhkan persoalan, karena manusia berada di dalamnya. Jadi, bagaimana bisa menentukan bentuk dan ukuran galaksi?

Namun itu tak menciutkan nyali para astronom. Model dan ukuran Bima Sakti perta¬ma kali dilakukan Sir Frederick William Herschel (1738-1822) pada 1760. Dia menelisik langit dengan teropong berdiameter 120 sentimeter. Dengan membandingkan kerapatan bintang di segala arah penjuru langit, dia menyim¬pulkan bahwa bentuk Bima Sakti seperti batu gerinda (asahan) yang tak sempurna.

Dan tata matahari berada di pusat Bima Sakti. Herschel menyelesaikan penelitiannya sela¬ma 20 tahun, yang kelar pada akhir 1802. Dia berhasil menghitung 90.000 lebih bintang di 2.400 sampel area.

Pada 1900-an, Jacobus Cornelius Kapteyn (1851-1922), astronom dari Observatorium Leiden, Belanda, memperbaiki model Herschel dengan menampilkan Bima Sakti berbentuk cakram. Namun tetap dengan tata matahari dianggap berada di tengahnya. Dia menyim¬pulkan, kerapatan bintang di semua penjuru la¬ngit serba sama. Ukuran Bima Sakti meluas men¬jadi berdiameter 5.000 tahun cahaya.

Pemahaman tentang Bima Sakti terus berkembang. Harlow Shapley (1885-1972), astronom dari Observatorium Mount Wilson, mempelajari gugus-gugus bola bintang pada 1920. Koloni ribuan hingga ratusan ribu bintang yang tampak seperti bola itu tersebar simetris ke arah bintang Sagittarius di jalur putih Bima Sakti. Shapley menyimpulkan, gugus itu berpusat searah rasi Sagittarius.Titik pusat itu berada lebih dari 30.000 tahun cahaya dari bumi. Pengamatan bintang juga menunjukkan, makin dekat ke arah rasi Sagittarius, koloni bintang makin rapat. Bintang-¬bintang rapat itu berjarak kurang lebih 30.000 tahun cahaya dari matahari.

Apakah Bima Sakti punya lengan spiral? Pemetaan sebaran bintang muda dan panas menunjukkan, Bima Sakti memang memiliki lengan-lengan spiral. Lengan-lengan itu antara lain lengan Sagittarius, Perseus, dan Orion, tempat matahari tinggal. Bima Sakti berbentuk seper¬ti cakram yang kembung pada pusatnya. Pusat kembung Bima Sakti dihuni bintang-bintang tua. Dari situ menjulur lengan spiral dengan cabang-¬cabangnya. Jejari cakram Bima Sakti sekitar 50.000 tahun cahaya.

Jika bintang-bintang itu benar merupakan tumpahan air susu Dewi Juno, maka air susu itu seperti ditampung sebuah cawan, kemudian diaduk memutar. Pusaran air susu itu menggam¬barkan gerak bintang mengelilingi pusat galaksi.

Gerak bintang teramati dari pergeseran garis spektrumnya. Sedangkan sang surya sendiri mengelilingi pusat galaksi searah jarum jam, de¬ngan orbit hampir mendekati lingkaran. Matahari berlari 250 kilometer per detik, sekali putaran makan waktu 230 juta tahun.

Milky Way diprediksi memiliki massa 2 trilyun (2 x 1.012) kali matahari, terbagi menja¬di 100 hingga 300 milyar bintang. Matahari, sebagai salah satu bintang, mengavling daerah di sekitar 30.000 tahun cahaya dari pusat Bima Sakti. Jadi, tata surya sama sekali bukan pusat galaksi.

Bima Sakti tidak sendirian mendiami alam semesta. Masih banyak sistem serupa yang mengisi setiap sudut langit. Ribuan bah¬kan jutaan rumpun bintang atau pulau bintang di alam semesta telah dipergoki teleskop bikin¬an manusia. Misalnya, teleskop raksasa di Mount Palomar, California, Amerika Serikat, mampu melihat sedikitnya semilyar galaksi di sekitar tata surya.

Maka, Simon Driver tidak salah mengira bahwa dengan teleskop yang lebih canggih, jumlah bintang bakal bertambah terus. Demiki¬an pula jumlah galaksi yang bisa diamati. (GATRA, 14 November 2007/ humasristek)